Pulau Penyengat merupakan salah satu pulau di Propinsi Kepulauan Riau. Letaknya sekitar 6 kilometer dari Kota Tanjung Pinang, ibukota Kepulauan Riau. Pulau ini bisa ditempuh selama 15 menit dengan menggunakan perahu pompong yang bisa disewa dengan harga Rp 80.000/perahu atau Rp 5.000 - Rp 10.000/orang.
Nama Pulau Penyengat sendiri berasal dari cerita masa lalu yaitu saat para pelaut menjadikan pulau ini sebagai tempat persinggahan dan untuk mengambil air tawar yang ada di pulau ini. Saat mengambil air tawar tersebut, mereka di serang oleh semacam lebah yang disebut mereka "penyengat", kejadian itu menimbulkan korban jiwa. Sejak peristiwa itu pulau ini disebut Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Indera Sakti.
Masjid Raya Sultan Riau |
Depan Kompleks Masjid |
Masjid berwarna kuning ini dibangun mas kawin Sultan Mahmud kepada calon istrinya yaitu Engku Putri Raja Hamidah. Pada awal pembangunannya tahun 1803, masjid ini tidak sekokoh seperti sekarang.
Bangunan masjid ini awalnya berbahan dari kayu, namun pada tahun 1832 pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdul Rahman, masjid ini direnovasi. Renovasi masjid ini bertujuan agar lebih banyak lagi jamaah yang bisa ditampung di dalam masjid. Sekarang masjid ini memiliki panjang 19,80 meter dan lebar 18 meter, ditopang oleh 4 pilar dan 13 kubah bulat, yang mampu menampung 3.000 jamaah.
Makam Engku Putri Raja Hamidah |
Masuk ke dalam masjid, pengunjung akan melihat kitab suci Al Quran tulisan tangan dan dua lemari perpustakaan Kerajaan Riau-Lingga dengan pintu berukir kaligrafi di kiri dan kanannya.
Istana Kantor |
Puas menikmati keindahan masjid ini, kita bisa mengelilingi pulau ini dengan menggunakan becak motor dengan biaya sewa Rp 25.000/jam. Kita akan dibawa ke beberapa tujuan lainnya seperti makam Engku Putri Raja Hamidah, makam Raja Haji Fisabilillah, makam Raja Jakfar, Istana Kantor, dan Balai Adat Indra Perkasa, tempat sumber mata air di pulau ini. Sama halnya Masjid Raya Sultan Riau, komplek makam raja-raja tersebut di dominasi warna kuning, yang menjadi simbol kejayaan Melayu kala itu.