Kampung Naga berada di antara Tasikmalaya - Garut, Desa Neglasari, Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat. Tidaklah sulit menemukan perkampungan yang masih menjunjung tinggi adat setempat ini. Selintas akan timbul sebuah pertanyaan, apakah Kampung Naga itu?.
Daya tarik desa ini akan terbukti setelah kita mengunjunginya. Dan daya tarik itu sama sekali tidak berhubungan dengan legenda mengenai naga. Bila mengunjungi kampung ini, pengunjung harus ditemani pemandu lokal karena banyaknya peraturan yang ada di kampung Naga ini.
|
Kampung Naga |
Arti nama Kampung Naga sebenarnya adalah bahwa jalan menuju ke kampung ini menyerupai ular besar, berkelok-kelok. Tidak ada yang menyeramkan di balik makna nama tersebut. Untuk menuju ke lokasi Kampung Naga dari lokasi parkir kita harus menuruni anak tangga yang berjumlah 360 buah, namun konon bila kita menghitungnya jumlahnya bisa berubah-ubah.
|
Anak Tangga |
Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam yang dikombinasikan dengan adat turun-temurun dari nenek moyang mereka. Keberadaan Kampung Naga diyakini penduduk setempat berdasarkan cerita dari nenek-nenek mereka, adalah sebelum islam masuk ke Indonesia, namun baru dibangun kembali pada tahun 1962, setelah kejadian DI/TII yang mambakar habis kampung mereka.
|
Papan Nama |
Sekarang dan masa yang akan datang, bangunan rumah disana hanya boleh berjumlah 110 bangunan, sedangkan saat ini jumlah penduduknya tidak sampai 500 jiwa. Meraka pun taat kepada pemerintah, bahwa maksimal hanya memiliki tiga anak.
Penduduk Kampung Naga sebagian besar bekerja sebagai petani dan sebagian lainnya beternak ikan. Keadaan tanah di kampung ini memang tergolong subur, dengan tekstur tanah yang miring, dibatasi sungai, dan diapit bukit-bukit yang lumayan terjal. Utamanya mereka menanam padi, lalu jagung dan sayur-sayuran. Kolam-kolam di belakang rumah penduduk berisikan lele, gurami dan ikan mas.
|
Persawahan |
Rumah - rumah penduduk memiliki bentuk yang sama. Beratapkan ijuk aren dengan papan bercat putih, menghadap ke kiblat, berjajar dari atas ke bawah sehingga dari kejauhan tampak seperti barisan jamur. Interior rumahnya pun juga sama yaitu 1 ruang tamu, 1 ruang tengah, 1 dapur, 1 kamar tidur, dan 1 tempat penyimpanan padi. Untuk mandi dan keperluan ke belakang lainnya, tersedia MCK yang sangat sederhana.
Salah satu kesederhanaan lainnya yang terlihat jelas di Kampung Naga ini adalah mereka tidak memakai listrik dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Selain rumah, juga ada bangunan lain di kampung ini yaitu Balai Desa. Bangunan ini digunakan untuk pertemuan warga. Di sebelah balai desa terdapat sebuah masjid. Bedug di masjid ini bukan hanya digunakan untuk menabuhkan adzan, tetapi juga untuk mengumpulkan warga bila diperlukan. Kepengurusan kampung terdiri dari kepala adat yang disebut Kuncen, Lebeh yang bertugas mengurus jenazah, dan terakhir Punduh yang memiliki tugas memberikan pengayoman terhadap masyarakat kampung.