Masjid Agung An-Nur - Pare, Kediri. Identitas Kediri sebagai kota dan kabupaten yang kental dengan budaya Islami tidak hanya tercermin melalui deretan pondok pesantren besar seperti Lirboyo, Bendo, Jampes, Al Falah Ploso, Darul Falah Pare dan yang lainnya. Jati diri tersebut juga tampak lewat sebuah bangunan besar yang bertengger di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri yaitu Masjid Agung An-Nur.
Masjid yang terletak di Jalan Panglima Sudirman ini mempunyai gaya arsitektur yang cukup menarik. Mungkin, anda yang melintas di depannya akan tergoda untuk sekadar menengokkan kepala. Betapa tidak, masjid yang berdiri di lahan seluas 4 hektar ini memiliki atap tajug dan joglo yang menyerupai piramid. Selain itu, di halamannya juga terdapat kolam besar beserta deretan belasan pilar yang membentuk kesan mirip Taj Mahal di India.
Masjid Agung An-Nur |
Konon, bangunan beratap tajug dan joglo ini banyak ditemui pada bangunan-bangunan di masa Kerajaan Kahuripan dan Doho. Atap tajug itu berada di bangunan utama masjid, sedangkan atap joglo terdapat di terasnya. Dalam arsitektur tradisional jawa, biasanya atap tajug atau joglo ditopang oleh empat soko guru.
Pada masjid An-Nur, masing-masing soko guru terdiri dari empat pilar. Keempatnya disatukan oleh beton balok yang saling mengikat dan bersilangan bertemu di tengah. Pertemuan itu menjulang agak ke atas sehingga mirip bangun limas. Hal itu menyimbolkan adanya satu tujuan dalam beribadah, yakni kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kolam |
Selain itu, jika ditengok dari dalam, atap tajug yang menjulang ke langit itu disempurnakan dengan konstruksi space frame yang mengikuti arah kemiringan atap, sengaja tidak ditutupi dengan plafon. Hal ini juga menyiratkan makna adanya satu tujuan yang sama. Sehingga menampilkan kesan yang luas. Sangat kontras jika dibandingkan dengan ke-34 pilar - termasuk 16 soko guru - yang menopang bangunan masjid.
Di sisi lain, ikon khas yang terdapat di masjid yang dibangun dengan biaya hampir Rp 20 milyar ini adalah 12 kolom berbentuk tabung yang berisi tangga untuk sirkulasi penghubung antara lantai dasar, satu, dan dua. Rancangan tersebut terinspirasi dari konsep yang dibawakan John Portman, arsitek asal Amerika Serikat. Tangga tersebut sengaja dibentuk spiral dengan tujuan untuk memberikan proporsi yang sesuai.
Dinding Kaca |
Selain itu, di lantai satu, ruang utama masjid hanya ditutupi dengan dinding kaca di seluruh penjurunya. Hal itu dimaksudkan untuk memberi kesan bebas kepada para jamaah dari dalam masjid yang ingin melihat taman yang terhampar di luar.
Sudut lain |
Karena keunikannya itu, masjid yang mulai dibangun pada 1996 ini sempat meraih penghargaan juara pertama Sayembara Internasional untuk kategori Perancangan Arsitektural Masjid, termasuk pemanfaatan teknologi modern dalam arsitektur masjid. Penghargaan ini diberikan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dalam rangka memperingati 100 tahun berdirinya Kerajaan Saudi, akhir Januari 1999 silam.
Setiap harinya, keberadaan masjid yang namanya diambil dari Kyai Nurwahid, pejuang Islam terkenal di Pare ini tidak hanya digunakan sebagai sarana ibadah, tetapi juga untuk tempat belajar dan bersantai oleh masyarakat sekitar dan pelajar Kampung Inggris, Desa Tulung Rejo, Pare, yang kebetulan jarak keduanya tak lebih dari 1 kilometer.